Dugderan 2023

Beberapa hari menjelang bulan Ramadhan pada tahun 1881, suatu hari sebuah bedug dipukul dan berbunyi “DUGGG”, meriam disulut dan meletup “DARRR” terbang ke udara. Di halaman masjid besar Kauman, Kabupaten Kanjengan, tradisi itulah yang mulai masyarakat Semarang kenal dengan nama Dugderan.

Kegiatan ini lantas menjadi tradisi masyarakat Semarang dalam meyongsong datangnya Bulan Ramadhan. Prosesi tradisi Dugderan biasanya terdiri dari 3 (tiga) agenda yakni Pasar Malam Dugderan, Prosesi pengumuman awal puasa dan Kirab Budaya Warak Ngendok.

Yang menjadi perhatian setiap hajatan itu berlangsung adalah kirab budaya Warak Ngendok. Warak Ngendok sendiri adalah hewan mitologi yang rupanya adalah perpaduan antara kambing pada bagian kaki, naga pada bagian kepala dan buraq pada bagian badannya. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa arab, Wara yang berarti “suci” dan Ngendok yang berarti “bertelur”. Warga Semarang memaknai kata tersebut sebagai menjaga kesucian di bulan Ramadhan akan mendapatkan pahala berlimpah di Hari Raya Idul Fitri.

Selain dengan menyaksikan keseruan Degderan, Anda yang juga bisa mengenal sejarah panjang  Masjid Kauman yang merupakan salah satu pusat syiar agama islam di masa lampau. Bila Anda hendak ke sana Anda hanya perlu menempuh jarak sekitar 5 km atau sekitar 15 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi dari pusat kota Semarang.