Jathilan Turonggo Mudho Trimanunggal

Jika Anda hendak main ke area Yogyakarta dalam waktu dekat, tak ada salahnya untuk bertualang ke desa-desa di sekitar Yogyakarta. Di sana, biasanya masih banyak pertunjukan seni tradisional yang digelar masyarakat setempat sebagai hiburan ataupun ditanggap sebagai penghibur dalam hari-hari istimewa.

Salah satunya ialah pertunjukan kelompok Jathilan Turonggo Trimanunggal dari Wukirsari—sebuah desa di kecamatan Cangkringan, Bantul. Jathilan adalah bentuk kesenian tradisional yang tersebar di area Jawa Tengah, khususnya Yogyakarta dan sekitarnya. 

Belum ada catatan sejarah resmi tentang asal-usul kesenian tradisional ini. Konon kesenian ini muncul pada era kerajaan Mataram, tepatnya mengisahkan bagaimana para prajurit keraton berlatih di bawah pimpinan Sultan Hamengku Buwono I. Ada pula versi yang mengatakan bahwa Jathilan mengisahkan perlawanan Sunan Kalijaga dan Raden Fatah melawan Belanda. 

Bagaimana pun asal mulanya, Jathilan hingga kini masih menjadi bagian dari keseharian banyak masyarakat desa di Jawa Tengah. Ada yang bilang nama ‘Jathilan’ merupakan singkatan dari ungkapan ‘jaranne jan thil-thillan tenan’ yang berarti ‘kuda joget tak karu-karuan’. Kesenian yang satu ini memang tersohor dengan tariannya yang meriah dan sering kali terasa chaotic karena elemen mistisnya. 

Bukan Jathilan namanya apabila tak ada penari yang kerasukan. Bagian inilah yang menjadi daya pikat utama dari Jathilan. Sembari diiringi tabuhan gamelan atau instrumen musik lainnya, para penari yang kerasukan biasanya akan melakukan berbagai atraksi seru. Mulai dari memakan daun hingga mengunyah beling dan macam-macam aksi debus lainnya. Karena itulah sosok Pawang memegang peran yang krusial untuk ‘menyembuhkan’ para penari yang kerasukan dan menjaga ketertiban acara. 

Biasanya, pertunjukan Jathilan di gelar sebagai salah satu bagian dari upacara atau ritual adat seperti Merti Desa, pun sebagai sarana hiburan masyarakat setempat.