Pada suatu februari di daerah Lumajang, kerumunan warga akan berkumpul. Mereka membikin sebuah lingkaran di jalan desa. Dan suasana akan terasa padat nan ramai di sepanjang jalan desa. Kemudian suara kerumunan itu mulai berteriak dan ketuk suara gendhing nyaring terdengar.
Dua orang yang telah menjadi pusat perhatian di dalam lingkaran kerumanan saling bersitatap, berhadapan. Mata mereka saling melihat tajam bak seorang yang siap bertarung. Ketika seorang berpakaian hitam mengangkat tangan, menandakan acara dimulai, kedua orang tersebut membikin kuda-kuda dan rotan telah digenggam kuat siap disabetkan ke ‘lawan’-nya. Saat itulah Ujung Mantra Lumajang dimulai.
Dahulu, Ujung adalah sebuah ritual memanggil hujan. Namun kini bergeser menjadi ritual wajib pada acara sedekah di Desa Gucialit.
Mulanya ritual ini merupakan adalah dari kepercayaan masyarakat, bila tradisi Ujung tidak dilaksanakan akan terjadi pertengkaran dan pertumpahan dari bagi warga sekitar. Maknanya adalah tradisi Ujung sebagai upaya warga dan ciptaan-Nya terhindar dari marabahaya agar desa menjadi aman dan damai.
Ritual tersebut dibarengi dengan Mantra (makanan Tradisional) yaitu Tape Tetel dan Jajanan Pasar. Tape Tetel menjadi sajian wajib karena menurut warga setempat Tape memiliki makna kebaikan hati, sedangkan Tetel bermakna persatuan dan kerukunan.
Bila Anda berkunjung ke sana, jangan sampai tidak menyicipi pisangnya yang tersohor dengan kualias wahid.
Disclaimer
Perubahan tanggal, pembatalan acara dapat terjadi dan bukan tanggung jawab dari Spektakel.id
Mari bergabung bersama kami berkontribusi memajukan seni budaya Indonesia. Kirimkan data kegiatan di sekitarmu ke kontak@spektakel.id
Kirim Info Kegiatan