Logo Spektakel

Home > Eksplorasi >

Festival Lembah Baliem, Perayaan Kebanggaan Para Highlanders

Festival Lembah Baliem, Perayaan Kebanggaan Para Highlanders

Segala macam suara dan warna meruap ke udara, berlatarkan lansekap Lembah Baliem yang selalu menawan. Riuh-rendah kebisingan para peserta membuat kita seakan berada di dunia lain. Belum lagi berbagai atribut adat yang mereka gunakan. Dahsyat!

Orang gunung, demikian julukan yang disematkan kepada penduduk yang tinggal di Lembah Baliem yang terletak di Pegunungan Jayawijaya, Papua Barat. Orang gunung tinggal di ketinggian rata-rata Lembah Baliem, yaitu 1600 mdpl. Beberapa bahkan tinggal di ketinggian 2500 hingga 3000 mdpl.

Seminggu sebelum perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, penduduk Lembah Baliem selalu menggelar Festival Budaya Lembah Baliem. Tahun 2017 menandai penyelenggaraan Festival Baliem ke-28. Festival ini tidak pernah sepi peminat, baik mereka yang menikmati sebagai penonton maupun para penampil yang begitu antusias.

Para penampil ini adalah para tuan rumah, para penduduk yang tinggal di lembah besar Baliem. Mereka datang dari 40 distrik (setara kecamatan) Kabupaten Jayawijaya. Pada tahun 2017, dua kabupaten tetangga juga mengirimkan kontingen mereka, yaitu Kabupaten Puncak dan Kabupaten Yalimo.

Jangan pernah membayangkan bahwa jarak dari distrik asal mereka dekat dengan lokasi festival. Para peserta dari beberapa distril harus berjalan kaki selama berhari-hari agar dapat tampil. Pasalnya, jalan umum belum tembus ke distrik mereka sehingga mereka tidak bisa menggunakan kendaraan jenis apapun. Meski demikian, mereka tetap datang dan berpartisipasi semaksimal mungkin.

Hiruk-pikuk melanda lokasi penyelenggaraan festival selama tiga hari berturut-turut. Segala macam suara dan warna meruap ke udara, berlatarkan lansekap Lembah Baliem yang selalu menawan. Riuh-rendah kebisingan para peserta membuat kita seakan berada di dunia lain. Belum lagi berbagai atribut adat yang mereka gunakan. Dahsyat!

Lapangan besar di Distrik Welesi menjadi tuan rumah untuk kedua kalinya. Lokasi ini mulai digunakan sejak tahun 2016 dan telah dibangun secara permanen oleh Pemerintah Kabupaten Jayawijaya untuk keperluan penyelenggaraan Festival Baliem. Berbagai fasilitas disediakan demi kenyamanan para penonton dan penampil. Sebelumnya, selama beberapa tahun, festival ini diselenggarakan di Lapangan Kampung Wosi, Distrik Kurulu. Festival yang berisikan berbagai kegiatan tradisi dan adu keterampilan masyarakat Lembah Baliem ini selalu menjadi magnet bagi pelancong untuk datang ke Wamena.

Festival Lokal yang Melegenda

Aura Festival Baliem memang beda. Legenda dan kebesaran Festival Baliem telah terdengar hingga berbagai belahan dunia. Jadi maklum kalau ribuan pelancong dari berbagai negara memadati kota Wamena selama festival berlangsung. Semua kamar hotel habis. Menyewa kendaraan untuk menuju lokasi penyelenggaraan pun mustahil dilakukan. Semua sudah habis sejak pesan jauh-jauh hari. Jangan heran jika saat festival berlangsung kita melihat turis-turis, baik lokal maupun internasional, wira-wiri bertiga naik satu sepeda motor. Keselamatan jadi prioritas nomor dua. Terpenting adalah bisa sampai ke lokasi festival.

Partisipasi sepenuh hati dari masyarakat Lembah Baliem sebagai para penampil adalah spektakel yang selalu dinanti. Masyarakat Baliem yang biasanya terlihat kalem mendadak berubah total di ajang festival. Teriakan bersahut-sahutan, menari memutari lingkaran dengan badan tidak henti bergoyang, serta berbagai ekspresi perayaan mereka tunjukkan, terutama di area lingkar luar tempat mereka mempersiapkan diri sebelum tampil di arena festival.

Lihat saja berbagai atribut yang mereka kenakan. Bulu-bulu burung cendrawasih, kakatua, nuri, kasuari, kuskus, kangguru pohon, dan ayam hutan berpadu membentuk hiasan kepala berwarna meriah. Sedangkan taring babi, koteka dari labu, dan berbagai anyaman organik menjadi pelengkap busana tadi.

Tidak berhenti di situ. Ada beberapa penampil yang memadukan itu semua dengan berbagai atribut modern, seperti kacamata hitam, kaleng minuman ringan, bahkan hingga potongan kardus mi instan!

Belum lagi orang-orang yang mewarnai sekujur tubuhnya dengan berbagai cara. Putih dengan lumpur, merah dengan tanah liat, hitam pekat dengan arang, atau hitam mengkilap hasil paduan minyak hewan dan arang. Sungguh suatu spektakel yang memuaskan jiwa dan raga.

Aura Kebanggaan

Selama 3 hari berturut-turut dari tanggal 8 hingga 10 Agustus 2017, kontingen dari distrik-distrik di Kabupaten Jayawijaya bergantian tampil. Arena utama disiapkan untuk perlombaan tari perang dan tari muda-mudi. Pertunjukan lain digelar di sisi arena utama: lomba memanah, lempar tombak dengan sasaran (sikoko), lempar tombak sejauh-jauhnya (puradan), dan karapan babi. Ya, karapan babi adalah lomba balap babi versi Baliem. Babi-babi yang dilombakan adalah babi-babi muda dan masih jinak. Mereka akan mengikuti perintah majikannya untuk bolak-balik menjalani lintasan lomba secepat mungkin.

Ada juga lomba tiup pikon, alat musik yang terbuat dari bilah bambu yang dibunyikan dengan mengandalkan pengaturan vibrasi udara. Di Jawa Barat alat musik serupa bernama karinding. Keduanya sama-sama bilah bambu yang ditiup dengan penuh perasaan. Bedanya, jika pikon mengandalkan benang untuk menarik bilah bambu dan menghasilkan vibrasi, maka karinding mengeluarkan suara jika bilahnya dihentak dengan jari.

Penilaian lomba-lomba tadi dilakukan oleh tim juri yang terdiri dari beberapa budayawan lokal yang sangat paham aturan dan norma adat. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar setiap lomba tetap berada di dalam koridor budaya Lembah Baliem yang ketat. Tujuannya tentu demi kelestarian dan keberlangsungan tradisi masyarakat lembah besar ini.

Kontes tari perang dan tari muda-mudi selalu menjadi primadona dalam ajang festival. Menjadi pemenangnya adalah pencapaian prestasi dan prestise yang utama dari para penampil. Untuk itu, atribut tradisional harus dipakai dengan benar dan apik. Penggunaan sepatu atau bahkan celana pendek dari salah seorang penampil akan langsung melemahkan poin grup mereka. Tetapi para kontestan tampak tidak terlalu peduli dengan segala macam penilaian ini. Mereka lebih mengutamakan kebanggaan yang ingin mereka tunjukkan melalui penampilan mereka. Kebanggaan akan nilai-nilai tradisi dan pencapaian budaya.

Rasa bangga itu semoga terus ada, sehingga kalian yang membaca tulisan ini dan yang ingin menyaksikan Festival Baliem masih dapat merayakaannya suatu hari nanti saat kalian hanyut di tengah hingar-bingar kemeriahan ini. Percayalah. Kalian tidak akan menyesal menghadiri Festival Baliem selama rasa bangga itu masih bersemayam di sana, rasa bangga para highlanders.

That pride. That excellent pride!