Logo Spektakel

Home > Sorotan > Situs >

Meneguk Sebotol Limun Warisan Leluhur di Kota Batik

Meneguk Sebotol Limun Warisan Leluhur di Kota Batik

Teks & Foto oleh: Primagung Dary Riliananda

Meneguk Sebotol Limun Warisan Leluhur di Kota Batik

Segarnya limun segar ampuh jadi pemuas dahaga di kala panas. Di Pekalongan, ada Limun Oriental Cap Nyonya yang jadi primadona. Rasanya masih autentik, kedainya pun ciamik. Ikuti perjalanan Primagung melepas dahaga dengan siraman limun yang segar mengguyur tenggorokan.

Mari bayangkan, kamu sedang terjebak di tengah kemacetan kota dengan cuaca teriknya selama berjam-jam. Sudahlah emosi, haus pula.Maka bayangkan lagi betapa nikmatnya apabila dahagamu dibilas sesuatu yang menyegarkan. Aaaaaah!

Salah satu yang pelepas dahaga yang saya rekomendasikan adalah limun. Apalagi jika Anda sedang berada di Pekalongan. Rasanya yang relatif ringan dengan sentuhan soda yang halus dijamin akan mengembalikan gairah Anda menjalani hari setelah diterpa terik matahari dan dihadang kemacetan Jl. Mas Mansyur.

Karakter tekstur dan rasanya dijamin tidak membuat sakit dan gatal kerongkongan. Bagi sebagian orang, minuman ini juga mungkin akan membawa Anda bernostalgia ke masa kecil. 

Beberapa rasa klasik Limun Oriental Cap Nyonya yang terus bertahan dari zaman ke zaman.

Rasanya persis seperti saat kamu dan teman-teman iseng membeli limun sepulang sekolah dengan beberapa keping uang receh, lalu meminumnya dengan riang sembari bercanda menuju rumah, kemudian dimarahi orang tua sebagai buah dari kekhawatiran mereka karena anaknya yang meminum “minuman rasa-rasa.” Walau begitu, kamu tak merasa takut dan bahkan malah meminumnya lebih banyak di keesokan hari, setidaknya hingga kamu akhirnya terkena pilek karena terlalu banyak meminum air dingin.

Keinginan untuk menyeruput beberapa botol limun dan merasakan suasana masa kecil ini lah yang pada akhirnya membawa saya bersama seorang sahabat untuk kembali menyambangi Cap Nyonya di awal bulan lalu. Lokasinya ada di bilangan Jetayu, persis di belakang Museum Batik Pekalongan dan Taman Jetayu yang selalu ramai di akhir pekan walau gerusan rob mulai mengancam. Perjalanan dari Pemalang ditempuh sekitar satu jam naik motor, melewati kawasan konveksi dan industri garmen di Comal dan Sipait yang tak pernah beristirahat sepanjang hari.

Jika ditilik dari sejarahnya, limun dibawa Belanda ke Indonesia. Tak terhitung berapa banyak kerat yang dibawa, namun satu alasan yang jelas, limun dibawa karena mahalnya soda kala itu. 

Potret pegawai Limun Oriental Cap Nyonya yang sudah turut membangun bisnis ini dari generasi ke generasi.

Namanya Orang Indonesia, barang impor tersebut sudah tentu diduplikasi dan dimodifikasi sedemikian rupa sampai lebih klop dengan lidah lokal kita. Maka pada awal abad ke-20, mulai banyak muncul pabrik-pabrik limun di beberapa daerah. Limun Oriental Cap Nyonya di Pekalongan salah satunya.

Mulai berdiri sejak 1920, Limun Oriental Cap Nyonya masih bertahan hingga sekarang dan menjadi ikon. Kini bisnis keluarga ini dilanjutkan oleh Bernadi Sunyoto, generasi kesekian yang kembali memutar roda bisnis Limun Oriental Cap Nyonya setelah sebelumnya sempat kembang kempis. 

Untung saja ada Ko Didi, kalau tidak mungkin saya sudah tak lagi bisa mengalami kenikmatan limun legendaris ini. Untung pula Limun Oriental Cap Nyonya letaknya di Pekalongan yang letaknya dekat dari Pemalang, kampung saya. Jadi bukan perkara rumit untuk memenuhi dahaga saya akan minuman ini. 

Peredaran minuman soda lokal memang perlahan mulai berkurang. Apalagi sejak masuknya minuman soda merek luar negeri yang makin menjadi dengan menjamurnya mini market di pelosok negeri. Tidak sampai di situ, pamor limun juga sempat digebuk jajanan kopi dan boba yang begitu menyebar begitu masif sampai ke kota-kota kecil.

Limun Oriental Cap Nyonya masih mempertahankan resep dan kemasan autentiknya sejak zaman baheula.

Tapi toh Cap Nyonya dan beberapa limun lokal lainnya masih tetap menemukan jalannya. Sebut saja Cap 66, Semeru, Tirta Agung Ngoro, Indo Saparella, Badak, dan Elang. Namun, bagi saya Cap Nyonya tetap istimewa. Keberadaannya tak bisa dilepaskan begitu saja, khususnya bagi masyarakat pantai utara Jawa Tengah.

Merek ini menguasai pasar dan lebih moncer di antara yang lainnya. Selain karena faktor kedekatan, rasa limunnya yang masih mengandalkan resep asli buatan seratus tahun lalu mejadikannya banyak diburu warga, baik untuk sekadar bernostalgia atau menjadikannya buah tangan ke sanak saudara.

Dolan ke Kedai Limun

Warung Limun Oriental Cap Nyonya tak ramai siang itu, hanya ada beberapa muda-mudi dan dua orang paruh baya yang tengah mampir. Dari sembilan rasa yang tersedia, kami berdua memesan limun Kopi Moka. Belum ada lima menit menunggu, seorang wanita paruh baya membawa dua buah botol menuju meja. Bau harum khas esens moka seketika tercium, bersamaan dengan keluarnya asap setelah tutup botol dibuka. Sungguh, rasanya memang menenangkan dan menyegarkan.

Limun Oriental Cap Nyonya rasa moka yang rupanya jadi rasa pertama yang dikembangkan oleh bisnis legendaris ini.

Sudah belasan kali saya mengunjungi Cap Nyonya hanya untuk membeli sebotol limun. Namun, justru pertemuan pertama sekitar pertengahan 2017 lalu lah yang sejujurnya lebih menarik. Berbekal modal iseng untuk mengunjungi tempat baru seperti biasa, saya malah bisa bertemu dan mengobrol bersama Bernadi Sunyoto, sang juragan limun kita. Saya pun mengetahui sejak saat itu, kalau kopi moka adalah varian rasa limun yang pertama kali dibuat. “Sekarang kami punya lima rasa (red: per 2017). Kami juga tak memakai gula biang seperti limun lainnya,” ujarnya dengan percaya diri.

Sejatinya, Bernadi tak perlu repot-repot untuk meyakinkan saya saat itu. Limunnya jelas berbicara sendiri. Sodanya terasa tipis begitu diseruput, dan memang langsung menguap dalam hitungan menit. Proses pembuatan sodanya hanya mengandalkan proses karbonasi sederhana dari gas karbon dioksida, berbeda dengan minuman soda modern yang dibuat menggunakan bubuk soda dan dijual bebas di gerai minimarket.

Dinding kedai Limun Oriental Cap Nyonya yang sepintas nampak seperti museum sejarah perjalanan bisnis ini dari masa ke masa.

Bergerak Melintasi Zaman

Sebagai generasi baru penerus bisnis yang sudah berjalan lebih dari seabad ini, Bernadi pelan tapi pasti mencoba mengembuskan napas baru sembari tetap mempertahankan pakem-pakem lama Limun Oriental Cap Nyonya. Ini terlihat dari pendekatan Bernadi yang melakukan inovasi rasa alih-alih sibuk mengembangkan gimik-gimik yang distraktif.

Sejak 2017 hingga kini, Cap Nyonya berhasil menambah empat rasa baru sehingga kini tersedia sembilan rasa, mulai dari kopi moka, frambozen, orange, manga, sirsak, lemon, sarsaparilla, nanas, hingga bubble gum sebagai varian terbaru.

Selain menambah rasa, Bernadi juga meng-update kedainya yang sederhana. Kedai itu tak banyak berubah sejak lima tahun lalu. Hanya lebih rapi ketimbang saat saya berkunjung ke sana untuk kali pertama. 

Bukan hanya rasa limun yang autentik, suasana kedai yang masih tak jauh berubah dengan kondisi awal pun akan membawa Anda bertualang melintasi waktu ke masa yang lampau.

Ia juga menata ulang kedainya agar lebih apik saat dipotret untuk media sosial sembari mengedepankan posisi brandnya sebagai brand legendaris yang sudah melintasi zaman. Puluhan cangkir yang berjejer rapi di lemari kayu, beberapa bingkai perangko jaman dulu, bahkan mesin ketik dan radio di sudut kanan adalah setitik hasil pemikirannya untuk meembawa Cap Nyonya melintasi zaman.

Saya sendiri merasa seperti sedang berada di ruang non-smoking milik Warung Kopi Purnama, Bedanya hanya satu, tidak ada musik yang disetel di Oriental. Mungkin dirinya ingin mendengar suasana riuh pengunjung yang tengah bersantai sembari meminum limunnya.

Limun Oriental Cap Nyonya masih mempertahankan metode produksi yang autentik. Dalam perjalanannya, penerus bisnis ini memilih untuk tetap mempertahankan beberapa pakem yang menjadikan Limun Oriental Cap Nyonya istimewa, ketimbang mengikuti tren yang justru berisiko merusak kualitas produk yang sudah teruji kualitas dan kecocokannya dengan lidah masyarakat sekitar.

Sejak awal Bernadi memang tak punya niatan untuk merombak kedai warisan leluhurnya itu. Bangunan indis dengan tiang kayu itu akan tetap berdiri. Paling-paling, ia hanya akan mengecat ulang bangunan dengan warna krem yang selalu sama, itu pun dilakukan kala lapisan cat yang ada mulai digerogoti cuaca Pekalongan yang begitu panas.

Di samping itu semua, taktik Bernadi yang membuat Limun Oriental Cap Nyonya bisa tetap bertahan kini ialah kolaborasi. Bukan, bukan dengan influencer atau content creator. Ia tidak mengejar trending atau viral di media sosial. Tapi ia fokus menjalin ulang dan memperkuat ikatan Limun Oriental Cap Nyonya dengan lingkungan sekitar. Mereka kini menjalin kerja sama dengan sebuah tenant makanan berat dan membuka kesempatan bagi penjual jajanan pasar yang berminat untuk menaruh dagangannya di sana. Suatu hal yang juga belum terlihat lima tahun lalu. Harum aroma jajanan pasar yang baru ditata di tiap meja juga menyempurnakan pengalaman minum limun lokal di sana.