Kira-kira apa sih masakan autentik Indonesia? Menjawab hal itu, Chef Ragil Imam Wibowo dari Nusa Indonesian Gastronomy membagi petualangan rasa yang ia alami selama menggeluti kuliner Indonesia.
Setelah menerjang macetnya Jakarta selama lebih dari 60 menit dari Gondangdia, akhirnya kami pun tiba di restoran Nusa Indonesian Gastronomy di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Disambut hangat oleh sang pemilik resto, Mei Batubara, juga teh hangat, kami berbincang sebentar sembari menunggu chef yang katanya sedang meeting.
Dengan bangunan bergaya arsitektur kolonial, berbagai ornamen kayu lekat di setiap sisi restoran ini: di meja makan, kursi, jendela hingga hiasan lampu. Lagu-lagu dari Ismail Marzuki yang telah diarasemen ulang oleh Addie MS menjadi latar suasana bagi siapa saja yang ingin bersantap malam saat itu di Nusa Indonesian Gastronomy.
Tak lama, Chef Ragil pun tiba. Dengan gayanya yang khas berkacamata, ditambah celana batik panjang dan sandal Crocs, ia tersenyum-senyum sendiri sambil bertanya, “Kita ngobrol-ngobrolnya santai aja, kan? Atau saya harus ganti pakai baju chef?”
Kami pun sontak menggelengkan kepala sambil ikut tersenyum. Chef yang di tahun 2018 lalu mendapat penghargaan Chef of the Year dari Jakarta’s Best East tersebut akhirnya bercerita banyak hal menyoal khazanah kuliner Nusantara yang sudah ia kulik sejak bertahun lamanya. Walau sempat bekerja sebagai kepala koki di salah satu restoran steak terbaik di Jakarta, lantas tak membuat kecintaannya terhadap masakan khas Nusantara hilang begitu saja. Baginya, masakan Indonesia bukan hanya sekadar panganan harian, melainkan sebuah pertemuan antara sejarah, teknik memasak, kisah perjalanan bahan masakan hingga tampilan makanan dan branding.
Pamor Kuliner Si Negeri Rempah
Dengan lebih dari 17.500 pulau, 1.340 suku, dan 720 bahasa, Nusantara menyimpan ratusan hingga ribuan jenis masakan khas dari ujung Sabang hingga Merauke. Tak hanya gemar makan dan memasak, kecintaan Chef Ragil akan kuliner Indonesia membawanya dalam sejumlah pengalaman perjalanan ke berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya menyoal tampilan dari makanan itu sendiri.
“Dari pengalaman saya keliling Indonesia, belum ada yang mengolah makanan Indonesia agar menjadi lebih menarik dari segi presentasi, juga cerita,” ungkapnya.
Dalam hal ini, menurutnya, kuliner Indonesia sebenarnya jauh lebih kaya dan tak perlu diragukan jika ditandingkan dengan masakan dari negara lain.
“Makanan di luar (negeri) sana, sebenarnya sama dengan masakan Indonesia. Tapi packaging dan cara bercerita mereka (yang justru) punya nilai tambah,” imbuhnya.
Kuliner Indonesia memang telah mengalami fenomena lintas budaya bahkan sejak sebelum masa kolonial, seperti masuknya bahan-bahan masakan dan kuliner dari India, Timur Tengah, Tionghoa, dan Eropa. Tentu saja, sejumlah makanan Indonesia juga lahir dari modifikasi budaya negara lain. Misalnya, rendang yang lahir dari bumbu kari yang dibawa oleh orang India, bakso sapi yang dibawa oleh orang Tionghoa atau bistik dari negeri seribu kincir angin, Belanda.
“Makanan Indonesia ngga kalah bila kita bisa menceritakan sejarah di belakangnya. Trigger paling utama ketika ketemu orang Indonesia adalah mereka bilang makanan Indonesia jelek dan ngga cocok untuk dipresentasikan ke dunia. Padahal baik dan jeleknya masakan Indonesia cuma masalah packaging dan branding,” papar Chef Ragil.
Menyoal pamor kuliner Indonesia yang kerap kali dinilai turun pamor, bagi chef yang telah meraih Asian Cuisine Chef of the Year 2018 dalam ajang World Gourmet Summit (WGS) Award of Excellent 2018 ini, tak ada masalah jika banyak orang Indonesia yang lebih menyukai makanan luar.
“Boleh kita makan makanan asing, tapi sebagai variasi aja. Makanan Indonesia itu sudah dikreasi sedemikian rupa sehingga menjadi obat buat kita,” ungkapnya.
Eksplorasi Boga Lokal
Chef Ragil dan Tim Nusa Indonesian Gastronomy biasa melakukan riset ke daerah-daerah yang memiliki kuliner Indonesia yang unik.
Bersama Nusa Indonesian Gastronomy, Chef Ragil kian mengeksplorasi kuliner Indonesia terutama menyoal bahan-bahan masakan. Demi menciptakan cita rasa dan kreasi masakan Indonesia yang menarik serta kaya rasa, tak jarang chef kelahiran 1973 ini kerap melakukan perjalanan ke berbagai daerah guna mendapatkan bahan-bahan masakan.
“Kita harus mencipta network tersendiri di setiap tempat yang kita datangi. Minta tolong mereka untuk mengirimkan (bahan-bahan masakan) ke sini. Paling menantang adalah ketika di sana ngga ada pesawat terbang atau agen pengiriman barang. Kalau begitu kasusnya, kita yang terbang ke sana. Kita beli dan bawa sebanyak yang kita mampu dan kita angkut sendiri ke sini,” jelasnya.
Tidak hanya berburu bahan-bahan masakan, penjelajahan boga Chef Ragil juga merupakan bentuk riset dalam mencipta resep. Biasanya, ia dan Tim Nusa Indonesian Gastronomi akan melakukan riset ke daerah-daerah yang dinilai unik. Jika sekiranya terdapat satu bahan atau masakan unik dari suatu daerah, ayah dua anak ini akan melakukan inventarisasi dan membuat satu sesi riset khusus untuk makanan tersebut.
“Contoh, kemarin kita riset ke Minangkabau tentang kapau. Selama 3 bulan, kita menyajikan ‘Kapau Festival’ dengan rasa aslinya dari sana dan dengan style-nya Nusa,” imbuh Chef Ragil.
Dalam membuat menu, ia akan mencari suatu menu yang sekiranya jarang ditemukan di ibukota, seperti tambusu dan ayam galundi (atau biasa disebut ayam hitam) dari Sumatera Barat.
“Misal, tambusu. Ada di Jakarta, tapi gimana caranya kita menjadikannya jadi lebih enak. Kemudian, kita juga menemukan ayam galundi, ayam yang dimasak dengan biji galundi yang disangrai hingga membara sampai ngga ada partikel lagi yang bisa terbakar, kemudian dicampurkan dengan bumbu gulai yang menjadikan ayam itu sebagai ayam hitam. Ini orang Padang pun jarang ada yang tahu,” ungkap chef yang juga kerap kali hadir di layar kaca ini.
Menurutnya, di Indonesia rata-rata makanan hanya punya eksistensi kuat di daerah asal makanan itu saja. Potensi untuk orang mengetahui aneka masakan dari satu daerah ke daerah lainnya sangat jarang terjadi. Hal ini tentunya dikarenakan pengetahuan dan distribusi pengenalan makanan yang belum terjangkau secara luas. Tambusu dan ayam galundi mungkin menjadi secuil kisah seru penjelajahan cita rasa Nusantara yang dialami Chef Ragil.
Selama berbincang dengan kami, ia juga menceritakan berbagai bahan masakan serta menu unik lainnya, seperti bekasam (fermentasi perut ikan) dari Pulau Sangihe yang merupakan salah satu pulau terluar Indonesia. Ia juga kerap kali mengkreasikan bahan masakan yang jarang diketahui banyak orang dengan salah satu menu masakan yang justru sudah umum ditemui. Salah satunya ialah klepon yang menggunakan bahan baku tepung sorgum.
Selama kurang lebih 20 tahun menggeluti dunia kuliner Indonesia, hingga saat ini Chef Ragil mengaku bahwa sulit baginya untuk menentukan makanan Indonesia mana yang menurutnya paling enak.
“Mungkin makanan Indonesia jutaan, tapi saya baru tahu sekitar seribuan. Karena masakan Indonesia itu dari setiap rumah pun berbeda. Karena setiap makanan punya rasa dan cerita di belakangnya yang berbeda-beda. Masing-masing punya spesifikasi yang berbeda. Setiap makanan ini punya kenikmatan yang beda-beda,” pungkas chef yang ternyata suka sekali menyantap telor goreng dan ayam kampung ini.
Tonton wawancara kami dengan Chef Ragil tentang Tips Mengolah Kuliner Indonesia:
Konten ini dibuat bekerja sama dengan Nusa Indonesian Gastronomy.