Logo Spektakel

Home > Ini Indonesia >

Bersua Sugianto, Juru Kunci Kenamaan Pasar Templek

Bersua Sugianto, Juru Kunci Kenamaan Pasar Templek

Di di antara deretan penjaja sayur dan perangkat dapur Pasar Templek, terselip satu kios sederhana. Etalasenya dipenuhi ragam jenis kunci dan brankas tua. Sepintas kios itu lebih mirip museum mini ketimbang tempat duplikat kunci. Sugianto pemiliknya, si juru kunci kenamaan dari kota Proklamator.

Kereta antarkota yang akan saya tumpangi belum juga tiba di Blitar. Saya juga bukan tipikal penunggu yang cukup sabar untuk diam di tempat yang sama selama tujuh jam. Daripada hanya berselonjor pada dinding Stasiun, opsi untuk berjalan keluar dan melihat Blitar dari sisi lain pun akhirnya saya pilih.

Sebelumnya, sempat terbesit untuk berziarah ke makam Bung Karno, tapi ketika melihat jarak tempuh dan waktu tunggu kereta di gawainya, kaki saya akhirnya melangkah mantap menuju sebuah pasar yang letaknya hanya sepuluh menit berjalan dari Stasiun Blitar, Pasar Templek namanya.

Sebagai salah satu pasar di jantung Kota Blitar, Pasar Templek menyediakan semuanya. Beragam keperluan pangan seperti sayur-mayur, buah, daging dan ikan, jajanan, hingga ragam peralatan dapur dijajakan sejak fajar hingga petang. Di sela padatnya pasar, sebuah kios tukang kunci sederhana berukuran tak lebih dari indekos mahasiswa di perantauan menarik perhatian.

Penampakan kios Sugianto, tempatnya mereparasi dan membuat duplikat ragam jenis kunci di Pasar Templek.

Rupanya, hari itu memang sudah menjadi takdir saya untuk bertemu dengan Sugianto, sang empunya kios. Jangan salah, juru kunci yang satu ini tidak ada hubungannya dengan klenik. Ia adalah pemilik kios duplikat kunci yang kepiawaiannya sudah tersohor di seantero kota. Setidaknya hal itu baru saya ketahui setelah hampir dua jam berada di sana.

Pertemuan pertama saya dengannya cukup absurd. Ia sedang mengelus-elus manja kucing yang nampak hamil di depan lapaknya. Pemandangan ini seketika menyematkan impresi pertama saya terhadapnya sebagai seorang penyayang kucing. Sempat mengobrol beberapa menit, pria 66 tahun ini kemudian mengangguk sambil tersenyum saat saya meminta izin untuk melihat-lihat ribuan koleksi kuncinya ke dalam lapak.

Bermacam model kunci dan gembok dipajang di lapaknya, dari yang berukuran kecil sampai jumbo. Saya juga menengok bilik kerjanya yang ternyata jauh lebih rumit. Panasnya cukup membuat badan gerah. Hal ini menjadi alasan kenapa dirinya hanya berseragam kaos kutang di lapaknya sendiri. “Biar angin silir-silir,” katanya sambil tertawa.

Di bilik kerjanya, Sugianto biasa menggarap, memperbaiki, membongkar, atau menduplikat kunci. Saya membayangkan, proses kerjanya yang telaten nan rumit itu bagai melihat agen mata-mata membaca kode morse.

Pajangan ragam model kunci yang siap diasah menjawab persoalan pelanggan akan kunci yang hilang ataupun rusak. 

Kepiawaian Sugianto dengan berbagai jenis kunci adalah buah dari kecintaannya pada benda tersebut. Ia menjadi generasi kedua ahli kunci di keluarganya. Usahanya di kios ini pun menjadi wujud upaya untuk meneruskan ilmu yang diperoleh dari sang bapak. 

Sedari kecil, ia sering memerhatikan bapaknya bekerja. Entah itu mengutak-atik kode brankas hingga menduplikat kunci. Ilmu ini lah yang tanpa sadar ia serap selama bertahun-tahun dan kemudian ia sempurnakan sendiri.

Koleksi Brankas dan Penyelidikan KPK

Selain ilmu yang matang di dunia perkuncian, Sugianto juga menyenangi barang-barang antik. Pekerjaan dan hobinya ini kemudian juga menjadikannya kolektor kunci dan gembok klasik. Koleksi ini ia pajang dengan bangga di kiosnya. Ini lah alasan utama saya untuk memasuki kiosnya pertama kali. Dilihat dari depan, kios milik Sugianto lebih mirip museum mini di mana banyak kunci, gembok, dan brankas unik nan klasik.

Brangkas tua hitam kesayangan sekaligus aset koleksi Sugianto yang paling berharga. Sudah banyak yang menawar, tapi tak satu pun yang diloloskan oleh ahli kunci kita ini. 

Salah satunya brankas tua warna hitam yang berdiri dengan gagah. “Brankas hitam tua itu berasal dari Inggris, keluaran tahun 1890an,” ucapnya. Beratnya lebih dari satu kuintal. Sudah tentu, brankas itu adalag barang langka dan punya harga tinggi. Sistemnya yang rumit serta keautentikan kondisinya menjadi salah satu alasan Sugianto menjadikan brankas ini sebagai salah satu koleksi kesayangannya. Maka tak heran, meski banyak yang sudah menawar, brankas itu masih saja betah ngendon di kiosnya yang mungil.

Toh, bukan cuma lapak unik Sugianto yang membuatnya mencolok di Pasar Templek. Kerjanya pun tidak main-main. Layaknya juru kunci yang memegang rahasia dan mampu membuka tabir tempat-tempat keramat, begitu pula Sugianto. Keahliannya membongkar berbagai jenis kunci menjadikannya salah satu sensei kelas wahid. 

Salah satu puncaknya terjadi empat tahun lalu, saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Blitar turut meminta bantuannya untuk membantu penyelidikan korupsi mantan Walikota Blitar, Samanhudi Anwar. Saat itu, para polisi dan penyidik KPK kesulitan membuka brankas di rumah dinas sang mantan walikota itu. Brankas itu menyimpan hampir semua barang bukti uang, tetapi tak ada yang mampu membongkarnya.

Berbagai koleksi gembok antik Sugianto yang turut dipajang di kiosnya. Baginya, mengoleksi gembok-gembok ini merupakan sebuah kesenangan. Baginya yang menarik dari gembok-gembok jadul ini bukan hanya bentuknya yang unik, melainkan juga sistem kunciannya yang menantang untuk dipelajari. 

Di tengah situasi pelik, akhirnya tiba lah para penyidik ke Pasar Templek untuk meminta bantuan Sugianto. Ia dan Agus, putranya berhasil membongkar brankas dan membantu para penyidik mendapatkan barang bukti yang cukup untuk menjebloskan sang Walikota ke dalam sel bui. Sejak saat itu namanya memang sudah dikenal dan kerap jadi langganan berbagai instansi untuk urusan kunci, gembok, brankas. Baik manual dengan hingga pin digital. 

Tak terasa, sudah lebih dari 20 tahun Sugianto meneruskan ilmu bapaknya sebagai ahli kunci. Pekerjaannya sementara ini juga dibantu putranya. Entah apakah sang anak punya kemauan dan kecintaan yang sama untuk memajukan lapaknya. Walau begitu, ia senang karena Agus bisa turut membantu di kios. Toh, di usianya yang sudah mulai menua ini dirinya cuma fokus bersyukur bisa mengerjakan hal yang ia begitu cintai: mengutak-atik kunci.